Masyarakat Bersuara untuk Kepemimpinan Nganjuk di Masa Transisi

KabarNganjuk.com – Berawal dari adanya postingan figur SHT yang diusulkan sebagai Penjabat (Pj) Bupati Nganjuk, tokoh masyarakat (Tomas) dari berbagai latar belakang sosial berkumpul yang difasilitasi oleh Ketua Lembaga Kajian Hukum dan Perburuhan Indonesia (LKHPI), Dr. Wahju Prijo Djatmiko. Para Tomas tersebut berasal dari unsur warga keturunan, media, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), perangkat desa, Aparatur Sipil Negara (ASN), kalangan profesi, dan pengembang.

Dialog interaktif berlangsung gayeng dan penuh semangat dalam menyikapi kepemimpinan Nganjuk pasca era Bupati Dr. Marhaen Djumadi yang akan berakhir 24 September 2023 mendatang. Dalam diskusi, muncul pesimisme juga optimisme, himbauan pun pula harapan, kritik dan saran yang beraneka ragam. Bapak Wijaya dari wakil masyarakat keturunan misalnya, mengharapkan agar kelompok pengusaha dilibatkan lebih serius lagi agar bisa turut serta membangun Nganjuk. Beliau berharap agar pengusaha tidak hanya dilibatkan ketika ada ‘rame-rame’ saja. Mereka menginginkan keterlibatan yang lebih serius untuk aspek-aspek pembangunan Nganjuk kedepannya.

Bacaan Lainnya

Dari unsur pemerintah daerah diwakili oleh Bapak Yasin. Beliau menyampaikan bahwa masyarakat tidak perlu risau, pesimis, tapi kritik dan saran serta pengawasan masyarakat kepada pemerintahan daerah di era transisi sangat diperlukan untuk mempercepat Nganjuk bangkit, sejajar dengan daerah-daerah lain di Indonesia yang lebih maju. Sedangkan dari unsur pengembang, media dan LSM serta kalangan profesi, berharap bahwa Pj Bupati Nganjuk kedepannya adalah sosok yang senior, disegani, dihormati, dan sangat memahami tentang Nganjuk. Kelompok Tomas ini berharap, Pj Bupati tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap entitas dalam sistem pemerintahan daerah namun sebagai agent yang mampu melakukan perlanjutan pembangunan daerah secara maksimal dengan memanfaatkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebesar-besarnya guna kepentingan masyarakat Nganjuk. Mereka juga mengkritisi kurang seniornya figur SHT karena yang bersangkutan merupakan adik angkatan para pejabat pratama Nganjuk.

Pengangkatan Pj bupati Nganjuk membutuhkan mekanisme teknis yang akuntabel, transparan dan mampu menjaga masa tenggang sebelum daerah tersebut mendapatkan Bupati definitif yang dihasilkan oleh pilihan langsung masyarakat setempat melalui proses pemilu. Para Tomas yang hadir pada pertemuan tersebut khawatir jangan sampai terdapat permasalahan dimana yang ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendapatkan penolakan dari masyarakat setempat, seperti yang pernah terjadi di Kabupaten Muna Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2022. Gubernur Sulawesi Tenggara sempat menolak untuk melantik Dr. Bahri sebagai Pj Bupati Muna Barat, karena Kemendagri sama sekali tidak mempertimbangkan usulan dari masyarakat dan pemerintah Provinsi setempat.

Pada dasarnya, menurut Dr. Wahju Prijo Djatmiko, dalam mengisi kekosongan jabatan Bupati maka ditunjuklah Pj Bupati sebagaimana telah diatur dalam Pasal 201 ayat (9) Undang-Undang (UU) No. 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi UU.  Penunjukan seseorang untuk diangkat menjadi Pj bupati  tidak bisa dilakukan sembarangan. Pasal 201 ayat (11) UU (ius constitutum) tersebut juga mengatur bahwa Pj Bupati harus berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama.

Perlu diketahui bahwa telah terdapat 2 (dua) Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yaitu Putusan MK No: 67/PUU-XIX/2021 dan No: 15/PUU-XX/2022 yang menguji konstitusionalitas Pasal 201 UU 10/2016 yang mengatur mengenai penunjukan Pj kepala daerah untuk mengisi kekosongan jabatan di daerah sebelum Pemilu serentak pada 2024. Meskipun kedua putusan tersebut amarnya menolak permohonan, namun terdapat pertimbangan hukum (ratio decidendi) yang menegaskan: “Perlu menjadi pertimbangan dan perhatian bagi pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut Pasal 201 UU 10/2016, sehingga tersedia mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas bahwa pengisian penjabat tersebut tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan sekaligus memberikan jaminan bagi masyarakat bahwa mekanisme pengisian penjabat berlangsung terbuka, transparan, dan akuntabel untuk menghasilkan pemimpin yang kompeten, berintegritas, sesuai dengan aspirasi daerah serta bekerja dengan tulus untuk rakyat dan kemajuan daerah”. Proses pengisian kekosongan jabatan kepala daerah “secara demokratis” maksudnya adalah taat asas terhadap amar Konstitusi negara sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.

Berdasarkan pada pertimbangan hukum hakim MK di atas, nampak jelas bahwa pengisian Pj Bupati harus dijauhkan dari adanya self interest, kepentingan kelompok atau kepentingan oligarki dan politik. Sudah selayaknya wakil rakyat di daerah melakukan pengamatan, membuka lebar-lebar ‘pendengaran’ untuk menyerap aspirasi masyarakat demi terwujudnya Pj Bupati yang kredibel, berintegritas, dan servant leadership sebagaimana telah dilakukan oleh Dr. Marhaen Djumadi selama ini serta bersemangat membawa Nganjuk ke arah yang lebih baik dengan memastikan bahwa APBD memihak masyarakat (pro rakyat).

Dr. Wahju menambahkan dengan berpijak pada Pasal 9 Permendagri No. 4 tahun 2023, maka pengusulan Pj bupati/walikota dilakukan oleh menteri, gubernur dan DPRD melalui ketua DPRD kabupaten/kota. Menteri mengusulkan 3 (tiga) orang calon Pj Bupati/Wali Kota yang memenuhi persyaratan dan menteri dapat menerima masukan dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian. Gubernur dapat mengusulkan 3 (tiga) orang calon Pj Bupati/Wali Kota yang memenuhi persyaratan kepada Menteri. DPRD melalui ketua DPRD kabupaten/kota dapat mengusulkan 3(tiga) orang calon Pj Bupati/wali kota yang memenuhi persyaratan kepada Menteri. Selanjutnya dijabarkan dalam Pasal 10 Permendagri a quo, usulan menteri, gubernur dan DPRD melalui ketua DPRD kabupaten/kota, dari jumlah 9 (sembilan) nama dilakukan pembahasan oleh menteri menjadi 3 (tiga) nama calon Pj Bupati/walikota dan dapat melibatkan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.

Dengan demikian, merujuk pada Pasal 3 Permendagri a quo terdapat persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang PJ Bupati Nganjuk yakni sebagai berikut: Pertama, mempunyai pengalaman dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dibuktikan dengan riwayat jabatan; Kedua, pejabat ASN atau pejabat pada jabatan ASN tertentu yang menduduki JPT Pratama di lingkungan Pemerintah Pusat atau di lingkungan Pemerintah Daerah bagi calon Pj Bupati ; Ketiga, penilaian kinerja pegawai atau dengan nama lain selama 3 (tiga) tahun terakhir paling sedikit mempunyai nilai baik; Keempat,  tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin berat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan Kelima, sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dari rumah sakit pemerintah, pungkas ahli hukum pidana alumni UNDIP Semarang tersebut.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *