Nganjuk, KabarNganjuk.Com – Komisi I dan II DPRD Nganjuk kembali menggelar Hearing bersama LSM Mapak serta tokoh masyarakat di ruang rapat badan anggaran DPRD kabupaten Nganjuk, Senin 08 Mei 2023.
Diketahui hearing pertama telah dilaksanakan pada kamis 6 april 2023 membahas permasalahan tambang galian C yang ada di Kabupaten Nganjuk. Kali ini, pembayaran pajak dan kerusakan jalan akibat aktivitas armada tambang galian C menjadi topik penting. Desa Sudimoroharjo dan karangsono menjadi lokasi terparah yang mengalami kerusakan.
Rapat tersebut dipimpin langsung oleh wakil ketua III DPRD Kabupaten Nganjuk Jianto. Dihadiri ketua komisi I DPRD Nganjuk Puji Santoso, Ketua komisi III DPRD Nganjuk Marianto, Kepala Desa Genjeng, Ngepeh, Pace, Sudimoroharjo, Wilangan, Lengkong, serta 3 perwakilan pihak tambang dan armada , serta perwakilan OPD.
Jianto selaku pemimpin rapat sempat mengaku kecewa kapada beberapa kepala dinas yang seharusnya hadir namun hanya bisa diwakilkan, hal ini dianggap tidak mementingkan kepentingan masyarakat.
Dirinya menyampaikan proses perijinan dari provinsi sudah selesai, kini masalahnya adalah jalan-jalan yang dilalui tambang rata-rata rusak sehingga masyarakat dirugikan, untuk itu kemarin setelah hearing ini ada beberapa titik dan kasus yang harus kita sepakati yaitu pihak tambang harus wajib taat pajak.
Terungkap, menurut data dari Bapenda dan Pemkab Nganjuk ada beberapa yang baru membayar pajak dan ada juga yang belum sadar terhadap pajak. Rencananya anggaran PAD akan dimanfaatkan untuk perbaikan jalan.
Bagus Jati Kusumo, salah satu pengusaha tambang yang turut hadir dalam hearing menyampaikan, pihaknya justru senang apabila ada campur tangan pemerintah daerah supaya bisa memfasilitasi para penambang agar tidak ada yang dirugikan.
Puguh Santoso dari perwakilan armada menyampaikan bahwa jika armada dibatasi pemuatannya hanya 4 -7 M3 maka armada tidak dapat penghasilan bahkan cenderung rugi, tidak cukup untuk operasional.
Sejalan dengan pengusaha tambang, Supriyono ketua LSM Mapak juga menegaskan bahwa penyedia armada selalu rugi karena pengusaha tambang juga banyak yang tidak bayar pajak. Mestinya sejak pengurusan ijin sampai akhir harus dihitung sesuai perda nomor 8 tahun 2010 membayar pajak 25% dari hasil tambang.
“Dari pihak Bapenda terlalu lemah, seharusnya jika pihak tambang tidak mau membayar tutup saja tambangnya, jika seperti ini terus tidak akan mendapatkan PAD yang diharapkan. PADnya kecil sekali. Saya menuntut dari pihak-pihak terkait jalankan sesuai dengan aturan , pihak tambang patuh terhadap kewajibannya membayar pajak supaya anggaran daerah itu tidak cuma-cuma. Jalan-jalan desa yang rusak itu harus diprioritaskan.” Imbuh Supriyono.